Oleh: Dias Satria
Ketua Pusat Inovasi dan Transfer Teknologi, Universitas Brawijaya
Pada tanggal 7–9 Mei 2025, saya berkesempatan hadir dalam acara BI SAPA Akademisi yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia di Jakarta. Forum ini menjadi arena dialog strategis antara akademisi dan otoritas moneter dalam merespons tantangan ekonomi global, sembari memperkuat peran ilmu pengetahuan dalam pembangunan nasional.
Di saat yang hampir bersamaan, Gubernur Jawa Timur mencanangkan visi besar baru: Gerbang Nusantara Baru—sebuah arah pembangunan yang menempatkan Jawa Timur sebagai episentrum pertumbuhan nasional berbasis inovasi, hilirisasi, dan kolaborasi lintas sektor.
Ketidakpastian Global dan Respons Nasional
Tantangan ekonomi global seperti Trump Tariff, retaliasi perdagangan, dan ketegangan geopolitik lainnya terus membayangi. Sementara Federal Reserve tetap mempertahankan suku bunga, risiko capital outflow dan tekanan terhadap cadangan devisa masih nyata.
Di tengah situasi ini, Bank Indonesia menjalankan policy mix yang adaptif—mengombinasikan stabilisasi inflasi, penguatan nilai tukar, dan pemeliharaan daya beli. Lebih dari itu, BI terus memperkuat sistem pembayaran nasional, dengan QRIS sebagai simbol kedaulatan digital—bukan hanya alat transaksi, tetapi representasi nasionalisme ekonomi era baru.
Menghubungkan Kebijakan BI dengan Inovasi dan Daerah
Di sinilah saya merasa penting untuk berbagi pandangan, khususnya dari perspektif saya sebagai akademisi yang sehari-hari berkutat di Pusat Inovasi dan Transfer Teknologi Universitas Brawijaya, yang fokus pada pengembangan inovasi berbasis riset serta penguatan ekonomi lokal melalui kolaborasi antara kampus, industri, dan masyarakat.
Pemerintah seharusnya menempatkan hilirisasi berbasis riset dan inovasi (R&D) sebagai tulang punggung pembangunan. Bukan hanya industri besar, tetapi juga UMKM, petani, pelaku kreatif, dan sektor informal yang menjadi kekuatan ekonomi nyata di daerah.
Contohnya:
- Kolaborasi UB dengan Batu Love Garden (Jatimpark Group) dalam pengembangan produk atsiri: dari budidaya lokal, ekstraksi ramah lingkungan, hingga eduwisata berbasis storytelling.
- Kemitraan UB dan Greenfields untuk mengolah limbah peternakan menggunakan maggot BSF, menciptakan ekonomi sirkular yang inklusif dan berkelanjutan.
Inovasi semacam ini bukan hanya menjawab tantangan teknis, tapi memperkuat daya saing wilayah melalui pendekatan sistemik.
Gerbang Nusantara Baru dan Peran Ekonomi Kreatif
Deklarasi Gerbang Nusantara Baru oleh Gubernur Jawa Timur adalah momentum strategis. Jawa Timur ingin membangun ekonomi yang tidak hanya kuat di hulu (produksi), tapi juga berdaya saing di hilir—dengan ekonomi kreatif sebagai tulang punggung kultural dan ekonomi baru.
17 subsektor ekonomi kreatif, mulai dari kuliner, fesyen, kriya, musik, aplikasi digital, hingga arsitektur dan animasi, berfungsi ganda:
- Sebagai push factor yang mendorong nilai tambah sektor tradisional—contoh: desain kemasan meningkatkan nilai jual produk pertanian.
- Sebagai pull factor yang menarik investasi, pariwisata, dan penciptaan lapangan kerja baru—misalnya, festival musik dan konten digital yang menggairahkan ekonomi lokal.
Dalam konteks ini, ekonomi kreatif tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi pengungkit daya saing sektor industri, pertanian, pariwisata, dan perdagangan.
Anak Muda, Teknologi, dan Daya Saing Daerah
Memahami kebijakan Bank Indonesia, sekaligus mengimplementasikannya di level daerah, tidak bisa lepas dari peran generasi muda. Mereka adalah aktor utama dalam transformasi digital, kewirausahaan kreatif, dan inovasi sosial.
Kita harus menciptakan ekosistem yang mendukung mereka: Inkubator bisnis, Program sertifikasi dan peningkatan kapasitas, Akses pembiayaan dan pasar dan Serta peraturan daerah yang progresif dan inklusif.
Stabilitas Harus Sejalan dengan Visi Inovasi Daerah
Forum BI SAPA Akademisi dan arah Gerbang Nusantara Baru menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi dan inovasi lokal tidak dapat berjalan sendiri-sendiri. Indonesia butuh lebih dari sekadar respons jangka pendek—kita butuh visi jangka panjang yang ditopang oleh riset, teknologi, dan keberanian berinovasi.
Jawa Timur, dengan seluruh kekayaan alam, manusianya, dan semangat gotong royongnya, berpeluang menjadi prototype pembangunan Indonesia masa depan—stabil, mandiri, dan kreatif.