Baru-baru ini, media sosial dunia diramaikan oleh pernyataan TikToker Bima Yudho mengenai tawaran endorse dari Direktorat Jenderal Bea Cukai (Ditjen Bea Cukai). Bima, remaja asal Lampung yang terkenal karena mengangkat isu pendidikan dan pembangunan infrastruktur di kampung halamannya pada tahun 2023, mengungkapkan bahwa ia dihubungi oleh sebuah agensi kreatif yang menawarkan kampanye dengan Bea Cukai.
Awal Mula Tawaran
Pada tanggal 1 Mei 2024, Bima Yudho menerima pesan WhatsApp dari seseorang yang mengaku berasal dari sebuah agensi kreatif. Dalam pesan tersebut, agensi menyatakan bahwa mereka memiliki kampanye dengan Bea Cukai dan meminta Bima untuk membuat video di TikTok serta satu video utama atau stitch TikTok terkait pengalamannya dengan Bea Cukai.
Tanggapan Bima Yudho
Alih-alih menerima tawaran tersebut, Bima memilih untuk mengunggah tangkapan layar pesan tersebut ke akun TikTok pribadinya, @awbimax. Ia mencantumkan rate card sebesar Rp 100 juta, menyindir kemampuan anggaran Bea Cukai dengan komentar, “Ya IDR 3,000 Triliun aja mungkin bisa disikat masak buat bayar IDR 100 juta aja gak bisa ya kan?”.
Agensi Kreatif yang Misterius
Bima mengaku sempat mencari informasi mengenai agensi yang menghubunginya namun tidak menemukan hasil apa pun di Google. Hal ini menimbulkan dampak buruk bahwa agensi tersebut mungkin tidak memiliki reputasi yang jelas atau bahkan abal-abal. Bima juga meremehkan niat agensi tersebut karena mereka tidak memberikan penjelasan rinci mengenai jenis pengalaman yang dimaksudkan untuk kampanye tersebut.
Tujuan Kampanye yang Dipertanyakan
Bima merasa bahwa tawaran endorse tersebut lebih bertujuan untuk krisis manajemen komunikasi daripada kesadaran merek. Ia menilai bahwa Bea Cukai seharusnya memberikan klarifikasi atas isu-isu yang ada daripada mencari key opinion leader (KOL) untuk memperbaiki citra mereka. Hal ini memperkuat spekulasi bahwa kampanye ini mungkin memiliki tujuan yang kurang transparan.
Tarif Kartu Rp 100 Juta
Bima menetapkan tarif Rp 100 juta bukan tanpa alasan. Ia ingin menguji seberapa besar anggaran yang dimiliki Bea Cukai untuk kampanye semacam ini. Menurutnya, jika Bea Cukai mampu membayar sejumlah tersebut, maka instansi tersebut memiliki anggaran yang cukup besar.
Respon dari pihak Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menyatakan bahwa Bea Cukai tidak pernah menggunakan influencer sebagai buzzer untuk mengubah opini publik secara negatif. Ia menjelaskan bahwa kerja sama dengan influencer dilakukan untuk mengedukasi masyarakat tentang layanan kepabeanan dan cukai, bukan untuk manajemen krisis.
Nirwala menambahkan bahwa Bea Cukai memahami pentingnya media sosial dan influencer dalam menyebarkan informasi secara luas dan mudah dipahami. Oleh karena itu, Bea Cukai mengoptimalkan penggunaan media sosial untuk menyampaikan informasi yang mereka miliki.
Kesimpulan
Tawaran endorse Bea Cukai untuk Bima Yudho membuka banyak pertanyaan mengenai transparansi dan tujuan kampanye dari instansi pemerintah. Meskipun Bea Cukai telah memberikan klarifikasi, ada baiknya kita sebagai masyarakat juga perlu memantau. kontroversi ini menunjukkan pentingnya komunikasi yang jelas dan jujur dari lembaga publik. Sebagai masyarakat, kita perlu terus mencermati dan kritis terhadap tindakan dan kampanye yang dilakukan oleh instansi pemerintah untuk memastikan bahwa tindakan mereka sesuai dengan kepentingan publik.
Sumber : https://vt.tiktok.com/ZSYd8UVs6/